Kini para ilmuwan sedang memantau
aktivitas matahari yang tercatat berada pada posisi "Terjun bebas"
atau "Freefall". Disebutkan freefall karena
hal ini merupakan masa dimana matahari sedang 'mendingin' dari kondisi
biasanya.
Seperti yang dilansir oleh Washington
Post, para fisikawan sendiri menganggap bahwa ini merupakan fenomena yang
langka. Namun, meski begitu diperkirakan tidak akan mengganggu kehidupan di
bumi seperti pada masa zaman es.
"Aktivitas matahari saat ini sedang
menurun sangat cepat, kami menghitung bahwa ini merupakan penurunan paling
cepat yang pernah terjadi selama 9.300 tahun," kata peneliti dari Reading
University.
Para peneliti kemudian mencoba
menghubungkan fenomena ini dengan adanya Grand Solar Minimum yang
biasanya terjadi setiap 4 abad.
Grand Solar Minimum adalah periode aktivitas matahari
dalam 11 tahun siklus matahari. Selama waktu ini, aktivitas titik hitam (sunspot) dan
lidah api (flare) berkurang dan tidak terjadi selama
berhari-hari pada suatu rentang waktu. Akibatnya, musim panas yang terjadi di
belahan bumi utara pun akan berbeda dari biasanya.
Area gelap di matahari sudah terjadi sejak bulan Juli 2013 (SOHO/NASA)
Area gelap di matahari sudah terjadi sejak bulan Juli 2013 (SOHO/NASA)
Terakhir kali siklus ini terjadi pada
abad 17 lalu. Saat itu, selama 70 tahun, matahari tak menunjukkan satupun titik
matahari. Pada masa itu juga tercatat Eropa memiliki musim dingin paling parah
dalam sejarah, bahkan bisa disamakan dengan zaman es kecil.
Untuk Grand Solar Minimum yang
akan terjadi pada saat ini diperkirakan takkan separah yang terjadi pada abad
17 lalu. Hal ini dikarenakan adanya pemanasan global yang dampaknya lebih
parah.
Area Gelap Raksasa Tampak di Matahari
Sedangkan Wahana antariksa Solar and
Heliospheric Observatory (SOHO) mendapati sebuah lubang raksasa di atmosfer
matahari. Area gelap yang dikenal sebagai lubang korona ini mencakup hampir
seperempat bagian matahari dan memuntahkan material dan gas ke ruang angkasa.
Dalam video yang dirilis Selasa, 30 Juli
2013 lalu, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyatakan lubang korona
merupakan daerah yang lebih dingin ketimbang atmosfer matahari atau korona dan
mengandung material surya yang kecil.
Di area yang kosong ini, alih-alih
kembali ke permukaan matahari, medan magnet matahari justru terlempar keluar
menjadi badai matahari.
"Meski belum jelas penyebabnya,
lubang korona berkorelasi ke area tempat medan magnet melambung dan
terlepas," kata Karen Fox, ilmuwan NASA di Pusat Penerbangan Antariksa
Goddard di Greenbelt, Amerika Serikat.
Fox menambahkan lubang korona
mempengaruhi cuaca di ruang angkasa karena mengirimkan partikel matahari
sekitar tiga kali lebih cepat daripada yang dilepaskan dari area lain pada
atmosfer matahari.
Fase Matahari Membalikkan Medan Magnet
Perubahan frekuensi kemunculan lubang korona bisa dibilang sesuai dengan siklus aktivitas matahari. Tahun ini matahari mencapai puncak aktivitasnya dalam 11 tahun, dikenal sebagai fase matahari maksimum atau Grand Solar Maximum.
Periode Grand Solar Maximum atau Solar
Max ialah periode normal aktivitas matahari terbesar dalam siklus 11
tahunan Matahari.
Citra Matahari EIT 284
Citra satelit atmosfer matahari pada
panjang gelombang cahaya 284 Angstrom yang berfungsi untuk menampilkan material
matahari. Suhu terpanas sekitar 2 juta derajat Kelvin.
Selama Solar Maksimum, sejumlah besar
bintik matahari muncul dan output radiasi matahari tumbuh sekitar 0,07%.
Peningkatan output energi surya maxima dapat berdampak iklim global bumi dan
studi terbaru menunjukkan beberapa korelasi dengan pola cuaca regional.
Di sekitar waktu puncak aktivitas inilah
matahari membalikkan medan magnetnya. "Jumlah lubang korona biasanya
menurun seiring perubahan medan magnet ini," ujar Fox. Setelah pembalikan
medan magnet, lubang korona akan kembali muncul di dekat kutub.
Kemudian saat matahari mendekati
aktivitas minimum lagi, lubang korona merayap lebih dekat ke khatulistiwa.
Jumlah dan ukurannya lantas bertambah.
Wahana antariksa SOHO telah mengamati
aktivitas matahari sejak diluncurkan tahun 1995. Wahana seharga US$ 1,27 miliar
ini mengemban misi bersama antara NASA dan Badan Antariksa Eropa (ESA).
SOHO mengamati matahari dari orbit
Lagrange Point 1, daerah dengan gravitasi stabil antara bumi dan matahari,
sekitar 1,5 juta kilometer dari bumi.
Latest GOES Solar X-ray Image
0 komentar:
Posting Komentar